SOREANG, (PRLM).- Kasus penyalahgunaan pil
dextro di wilayah Kabupaten Bandung terus terjadi. Tercatat lima kasus
pada tahun 2012 dan menelan korban jiwa.
Kepala Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Bandung Ajun Komisaris Hendriadi Yustin, mengatakan lima kasus penyalahgunaan dextro yang mengakibatkan kematian tersebut, mayoritas pemuda dan orang dewasa atau berpendidikan rendah. "Pada tahun 2012 kemarin, ada tiga kasus di Rancaekek dan dua kasus di Soreang," ucapnya, Jumat (11/1/2013).
Dikatakan Hendriadi, guna mengantisipasi dan menindak penyalahgunaan pil dextro itu, Sat Res Narkoba telah melakukan operasi. Seperti di wilayah Rancaekek, Cicalengka, dan Soreang. Dengan titik transaksi di Ciparay dan Majalaya. Pasalnya, daerah tersebut disinyalir banyak yang mengkonsumsi pil untuk penyakit batuk.
Dari hasil pemeriksaan, akhirnya Hendriadi mengamankan pil dextro yang dijual di salah satu apotik. Hasilnya, obat dextro dari salah satu apotek yang ada di Soreang diamankan. Dari temuan itu, didapat pula informasi kalau ada para sales atau penjual obat yang gencar memasarkan pil tersebut. "Sebetulnya dextro adalah obat bebas. Namun, pada Undang Undang penjualannya terbatas. Jadi, memang ada penyalahgunaan," ucapnya.
Masih dikatakan dia, kini kendala yang terjadi di lapangan adalah ditemukannya kelompok yang membeli obat itu ke apotik bergantian. Dengan begitu itu dapat mengecoh apotik untuk tidak menjual kepada orang yang sama. Namun, pada kenyataannya, itu dikonsumsi oleh kelompok itu juga.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, untuk menekan penyalahgunaan dextro, Sat Res Narkoba Polres Bandung menjalin kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, TNI, BNK, Balai POM dan instansi terkait lainnya. "Kami pun telah melakukan pertemuan. Dan, nantinya akan dibenruk tim untuk melakukan tindakan preventif. Maksudnya, sebelum ada korban jiwa akibat penyalahgunaan Dextro," katanya.
Lebih lanjut Hendriadi mengatakan, pihaknya masih kesulitan dalam menindak penyalahgunaan pil dextro. Sebab, aturan peredaran obat tersebut belum jelas. Dengan demikian, Hedriadi mengaku kebingungan untuk menindak penjual dextro. Sebab, secara aturan itu boleh dijual secara bebas. "Kita menginginkan dan berharap ada kerjasama dan koordinasi dalam hal menindak dan mengantisipasi kasus ini. Tidak hanya kita, pemerintah. Tetapi peran keluarga pun diperlukan dalam hal ini, ujarnya.
Harga jual dari pil itu sendiri adalah Rp 1.500 untuk 10 butir pil. Dikatakan dia, obat itu memang murah dan terjangkau. Namun, banyak orang yang menyalahi aturan dalam mengkonsumsinya. Yakni memakan langsung lebih dari 20 butir. Atau overdosis. (A-195/A-147)***
Kepala Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Bandung Ajun Komisaris Hendriadi Yustin, mengatakan lima kasus penyalahgunaan dextro yang mengakibatkan kematian tersebut, mayoritas pemuda dan orang dewasa atau berpendidikan rendah. "Pada tahun 2012 kemarin, ada tiga kasus di Rancaekek dan dua kasus di Soreang," ucapnya, Jumat (11/1/2013).
Dikatakan Hendriadi, guna mengantisipasi dan menindak penyalahgunaan pil dextro itu, Sat Res Narkoba telah melakukan operasi. Seperti di wilayah Rancaekek, Cicalengka, dan Soreang. Dengan titik transaksi di Ciparay dan Majalaya. Pasalnya, daerah tersebut disinyalir banyak yang mengkonsumsi pil untuk penyakit batuk.
Dari hasil pemeriksaan, akhirnya Hendriadi mengamankan pil dextro yang dijual di salah satu apotik. Hasilnya, obat dextro dari salah satu apotek yang ada di Soreang diamankan. Dari temuan itu, didapat pula informasi kalau ada para sales atau penjual obat yang gencar memasarkan pil tersebut. "Sebetulnya dextro adalah obat bebas. Namun, pada Undang Undang penjualannya terbatas. Jadi, memang ada penyalahgunaan," ucapnya.
Masih dikatakan dia, kini kendala yang terjadi di lapangan adalah ditemukannya kelompok yang membeli obat itu ke apotik bergantian. Dengan begitu itu dapat mengecoh apotik untuk tidak menjual kepada orang yang sama. Namun, pada kenyataannya, itu dikonsumsi oleh kelompok itu juga.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, untuk menekan penyalahgunaan dextro, Sat Res Narkoba Polres Bandung menjalin kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, TNI, BNK, Balai POM dan instansi terkait lainnya. "Kami pun telah melakukan pertemuan. Dan, nantinya akan dibenruk tim untuk melakukan tindakan preventif. Maksudnya, sebelum ada korban jiwa akibat penyalahgunaan Dextro," katanya.
Lebih lanjut Hendriadi mengatakan, pihaknya masih kesulitan dalam menindak penyalahgunaan pil dextro. Sebab, aturan peredaran obat tersebut belum jelas. Dengan demikian, Hedriadi mengaku kebingungan untuk menindak penjual dextro. Sebab, secara aturan itu boleh dijual secara bebas. "Kita menginginkan dan berharap ada kerjasama dan koordinasi dalam hal menindak dan mengantisipasi kasus ini. Tidak hanya kita, pemerintah. Tetapi peran keluarga pun diperlukan dalam hal ini, ujarnya.
Harga jual dari pil itu sendiri adalah Rp 1.500 untuk 10 butir pil. Dikatakan dia, obat itu memang murah dan terjangkau. Namun, banyak orang yang menyalahi aturan dalam mengkonsumsinya. Yakni memakan langsung lebih dari 20 butir. Atau overdosis. (A-195/A-147)***