Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan akan tetap berada di koalisi
dan tetap pada sikapnya menolak rencana pemerintah menaikkan harga bahan
bakar minyak (BBM). Dua hal ini menjadi sikap final PKS yang diputuskan
dalam rapat Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP) PKS, Rabu (12/6/2013).
Soal desakan keluar dari koalisi, PKS melempar "bola" ke Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono yang menjadi pimpinan koalisi. Ketua Fraksi PKS
Hidayat Nur Wahid menegaskan, partainya tak akan ke luar dari koalisi.
"Kami menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden untuk menggunakan hak
prerogatifnya, sesuai dengan code of conduct, sesuai Undang-Undang, dan
semalam diputuskan mempersilakan Presiden untuk menggunakan hak
prerogatifnya," kata Hidayat, di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis
(13/6/2013).
Hidayat mengatakan, dalam surat kontrak koalisi tak ada kata-kata yang
mengharuskan partai yang berbeda pendapat untuk keluar dari koalisi.
Selain itu, partai koalisi yang berbeda pendapat juga tidak dimungkinkan
untuk menarik menteri-menterinya yang membantu Presiden.
"Kami memahami, dalam UUD juga tidak ada ruang dari partai untuk menarik
menterinya. Yang berhak me-reshuffle adalah Presiden. Kalau code of
conduct itu dilaksanakan sepenuhnya oleh semua, maka tidak perlu
tercipta kegaduhan di publik," ujarnya.
Dalam kontrak koalisi, butir lima menyebutkan, "Bilamana terjadi
ketidaksepakatan terhadap posisi bersama koalisi, terlebih menyangkut
isu yang vital dan strategis, seperti yang tercantum dalam butir 2
tersebut di atas yang justru dituntut kebersamaan dalam koalisi,
semaksimal mungkin tetap dilakukan komunikasi politik untuk menemukan
solusi yang terbaik.
Apabila pada akhirnya tidak ditemukan solusi yang disepakati bersama,
maka parpol peserta koalisi yang bersangkutan dapat mengundurkan diri
dari koalisi. Manakala parpol yang bersangkutan tidak mengundurkan diri,
pada hakikatnya kebersamaannya dalam koalisi parpol telah berakhir.
Selanjutnya Presiden mengambil keputusan dan tindakan menyangkut
keberadaan parpol dalam koalisi dan perwakilan partai yang berada dalam
kabinet."
"Itu kan bisa, bukan harus (keluar). Silakan kalau Presiden mau menggunakan hak prerogatifnya," ujar Hidayat.[kompas]