Literatur Islam abas keemasan itu masih tercatat rapi dalam bahasa
aslinya Arab. Gerakan penerjemahan ke bahasa lain pun tidak pernah
menghilangkan bahasa Arab. Memang imperialisme barat terhadap dunia
Islam memberikan dampak besar dalam memarginalkan bahasa Arab. Namun
berkat Al-Quran dan pengajarannya, bahasa Arab ini akhirnya tetap eksis
di dunia secara umum, meski bahasa pergaulan dunia di pegang oleh bahasa
Inggris.
Ketika bahasa Arab ini dipilih oleh Allah sebagai bahasa Al-Quran, maka
sudah pasti dipahami bahwa dengan bahasa inilah Islam ini dipahami
dengan benar. Logikanya, jika ingin menjauhkan umat Islam dari Al-Quran,
tentu dengan menjauhkan bahasa Arab dari mereka. Konspirasi
memarginalkan bahasa Arab bukan isapan jempol belaka. Jika konspirasi
ini berhasil, bukan umatnya saja bodoh, namun mereka tidak akan memiliki
lagi bahasa pemersatu.
Awal mula konspirasi terhadap bahasa Arab di abad 12 dan abad 13 masehi,
para pemimpin gereja di Roma mengirim pelajar-pelajar untuk belajar
bahasa Arab di negeri-negeri Arab bahkan dibuka pengajarannya di Roma
sendiri. Inilah awal gerakan kristenisasi dan orientalisme di
negara-negara Arab. (Khazain Al-Kutub Al-Arabiyah, Philip De Tharazi,
Sejarawan Kristen Libanon).
Di dunia Arab, misionaris terkenal yang ingin memarginalkan bahasa Arab
adalah William Wilcox yang berpindah-pindah dari Mesir, Maroko, Syam,
dan Libanon.
Setelah resmi menguasai dan menjajah Mesir, pemimpin Inggris Lord Dovran
menyerukan untuk melawan bahasa Arab dan mendorong penggunaan aksen
bahasa Mesir amiyah. “Harapan untuk maju akan lemah di Mesir selama
orang-orang umum belajar bahasa Arab fasih yang merupakan bahasa Arab,
seperti yang terjadi sekarang,” Tegas Lord Dovran.
Karena itu, ulama Islam tidak tinggal diam. Mustafa Ar-Rafii
memperingatkan hal itu, “Bahasa Arab adalah bahasa agama. Ia didasarkan
kepada sumber abadi yakni Al-Quran. Para ulama salaf dan khalaf sepakat
akan fasihnya bahasa Al-Quran, kecuali orang-orang zindik. Kefasihan
Al-Quran ini pasti akan tetap bisa dipahami dan itu hanya bisa dilakukan
dengan pembiasaan, penggunaan, pengajaran bahasa fusha, tata bahasanya
dan kaidah sastranya.”
Karena itu konspirasi menghapus bahasa Arab bisa dibilang gagal sejak
saat itu. Namun mereka tidak berhenti. Mereka membuat rencana lain
dengan mengganti tulisan Arab menjadi tulisan latin. Meski di dunia Arab
tidak berhasil, namun rencana ini kelihatan berjalan mulus di
dunia-dunia Islam. Lihat misalnya, tulisan pegon(tulisan Arab dengan ejaan Jawa atau melayu) kini sudah hampir punah. Kecuali beberapa daerah di Sumatra masih digunakan.
Selain itu, gerakan yang dimotori oleh Thaha Husain Mesir untuk merusak
bahasa Arab fasih dengan mengatasnamakan pembaruan bahasa dan reformasi
namun merusak kaidah-kaidah baku bahasa Arab resmi dan diubah dengan
kaidah bahasa amiyah atau aksen sesuai lokal. Kaidah itulah yang menjaga
bahasa Arab selama 14 abad.
Bahasa Arab, Syiar Yang Tersisih
Bahasa adalah identitas sebuah umat, sekaligus syiar dan simbol
kebanggaan mereka. Karena bahasa Arab adalah bahasa Al-Quran, hadits dan
sebagian besar literatur Islam. Bahasa Arab adalah salah satu bahasa
penting dari 3000 bahasa di dunia. Ia juga dianggap bahasa paling sakral
dari empat bahasa Suryaniah, Yunani dan Ibrani. Bahasa Arab ini sangat
kaya dengan kosa kata dan nilai sastra.
“Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al-Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2).
Dan ada sekitar enam ayat selain di atas yang menegaskan hal yang sama;
Az-Zukhruf: 3., Thaha: 113, Az-Zumar: 23, Fushshilat: 3, Asy-Syura: 7.
Penulis buku Language Story, Marbobel menegaskan, “Bahasa Arab
adalah bahasa internasional di abad pertengahan. Bahasa ini berperan
penting dalam kebangkitan Inggris dan dunia Eropa secara umum. Jika
dilihat dalam kamus Littre, ada ribuan kosa kata dari bahasa
Arab yang menyerap dalam 27 bahasa di antara bahasa Spanyol, Itali,
Prancis, Rusia dan lain-lain.”
Sesungguhnya seseorang berbahasa Arab ia lebih identik dengan bahasa
Islam dibanding dengan bangsa Arab. Sebab, sebagian besar warga Arab
dari 23 negara dalam dialegnya sudah tidak lagi menggunakan bahasa Arab
fasih. Bahasa fasih di sana digunakan hanya dalam dunia akademi, buku,
media dan diplomasi. Selebihnya mereka berdialog dengan bahasa aksen
masing-masing negara yang lebih dikenal dengan lahjah amiyah (aksen orang umum). Jadi, bahasa Arab fasih adalah syiar dan identitas Islam itu sendiri.
Karenanya, sebagian besar ulama mendorong agar umat Islam mempelajari
bahasa Arab dengan sungguh-sungguh sebagai bagian dari ibadah dan
penyempurna ibadah. Penegasan wajibnya belajar bahasa Arab ini
ditegaskan dalam sabda-sabda Rasulullah Sallalahu Alaihi Wassalam,
“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya.”
Ketika ditanya tentang keindahan, Rasulullah menjawab, “Keindahan adalah ketika seseorang bebahasa dengan fasih.”
Umar bin Khattab berkata, “Pelajarilah ilmu nahwu sebagaimana kalian
pelajari sunnah-sunnah dan kewajiban-kewajiban. Pelajarilah bahasa Arab
karena ia bagian dari agama kalian. Belajarlah bahasa Arab dan
ajarkanlah kepada manusia.”
Syekh Imam Ibnu Taimiyah menegaskan, “Bahasa Arab adalah bagian dari
agama. Mempelajarinya adalah fardlu dan kewajiban. Sebab memahami
Al-Quran dan Sunnah adalah wajib yang tidak bisa dipahami kecuali dengan
bahasa Arab. Sesuatu yang menjadikan kewajiban tidak sempurna kecuali
dengannya maka sesuatu itu adalah wajib.”
Syekh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menegaskan, “Keutamaan Al-Quran hanya bisa diketahui oleh orang yang mengetahui bahasa Arab.”
Imam Asy-Syafi’i berkata, “Seorang Muslim harus belajar bahasa Arab
seperti halnya dia berusaha menunaikan kewajiban agamanya.” (Mausuah Kuwaitiyah, Maktabah Syamilah).
Dalam 10 wasiat Hasan Al-Banna ditegaskan, “Bersungguh-sungguhlah engkau berbahasa Arab fasih karena itu syiat Islam.”
Sayangnya, makin ke sini minat belajar bahasa Arab makin menurun dan
menghilang seiring dengan orientasi dunia yang melampaui batas. Bahasa
Arab dilihat sebagai bahasa yang tidak mendatangkan materi. Sungguh
ironi. Wallahu a’lam bisshawab.(spiritislam.net)