TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Partai Keadilan Sejahteran (PKS) Luthfi Hasan Ishaq boleh saja tidak terlalu tenar dalam belantika tokoh nasional.
Namun, dicalonkannya Luthfi sebagai calon presiden untuk pemilu 2014 dari kader inti PKS banyak mendapat apresiasi.
“Ini menarik karena manifestasi keberanian berpolitik PKS, di samping berangkat atas kejujuran sikapnya yang selama ini dikenal ambigu," ucap Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan di Jakarta, Selasa (4/9/2012).
Munculnya Luthfi diharapkan membangun dinamika politik baru menghadirkan sosok-sosok yang masih 'tenggelam' untuk dikenalkan ke publik nasional, sehingga memberi pilihan politik yang beragam ke masyarakat luas untuk mengukur tingkat kepantasan masing-masing calon presiden.
Implikasi lainnya, kata Syahganda, mendorong kehadiran figur-figur muda untuk ditimbang-timbang melalui kekuatan politik lain ke dalam persiapan Pilpres 2014, baik sebagai calon presiden atau wakil presiden.
Pasalnya, Lutfi dipandang mewakili orang muda di usianya memasuki 51 tahun.
Komitmen menampilkan Luthfi di Pilpres 2014, tak harus dipandang adanya momentum kemenangan dukungan bagi PKS. Sebab PKS masih perlu berjuang ekstra untuk memenuhi syarat ambang batas parlemen di DPR RI sebesar 3,5 persen.
Sementara, pencapaian syarat pengajuan capres juga tak mudah bagi PKS, karena berdasarkan UU No 42/2008 tentang Pilpres 2009 yang belum direvisi DPR, suatu parpol atau gabungan parpol berhak ajukan pasangan capres/cawapres apabila mencapai ambang batas perolehan suara hasil pileg minimal 20 persen.
“Inilah hakikat perjuangan berat PKS ke depan bila ingin mencalonkan kadernya menjadi presiden,” tegasnya.
Karenanya PKS harus mempersiapkan kekuatan penuh untuk tampil pada pileg agar mendapat dukungan suara yang besar, selain mengupayakan segala cara untuk bersama mitra koalisi menyepakati pencalonan kader PKS ke pertaruangan Pilres 2014.
“Jadi, memang, memerlukan konsolidasi yang luar biasa sekali, apalagi ditambah upaya membangun kelayakan dari calon PKS sendiri yang terbilang figur baru,” katanya.
Soal figur baru, PKS harus lebih besar berjuang lantaran figur lama yang tergolong popular seperti Hidayat Nurwahid tak realistis lagi untuk dimajukan pada Pilres 2014, mengingat popularitasnya yang tidak mengangkat saat Pemilukada DKI Jakarta beberapa waktu lalu.